Apa arti Qurban Dalam Hari raya Idul Adha? Qurban atau Udhiyah di hari nahr (idul adha) yang telah disyariatkan yang telah didasari melalui beberapa dalil antara lain,
“Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Tafsiran ayat ini yaitu “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.( Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 9: 249.)
Dari sunnah terdapat riwayat dari Anas bin malik , ia berkata,
“Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca basmalah dan takbir” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966).
Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyariatkannya udhiyah (Fiqhul Udhiyah, hal. 8.)
Udhiyah disyariatkan pada tahun 2 Hijriyah. Tahun tersebut adalah tahun dimana disyariatkannya shalat ‘iedain (Idul Fitri dan Idul Adha), juga tahun disyariatkannya zakat maal (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76.)
HIKMAH DI BALIK MENYEMBELIH QURBAN
Yang pertama: rasa bersyukur kepada allah Subhanahu wata’ala atas nikmat hayat ( kehidupan) Yang diberikan.
Yang kedua: Menjalankan ajaran nabi Ibrahim – Khalilullah (kekasih Allah )- alaihis salaam yang waktu itu allah memberikan perintah kepada beliau untuk melakukan penyembelihan kepada anak yang paling beliau cintai sebagai tebusan yaitu ismail ‘alaihis salaam di waktu hari an nahr (idul adha)
Yang Ketiga: Supaya seluruh mukmin selalu mengingat kesabaran nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihis salaam , yang membuahkan ketaatan pada allah dan kecintaan padanya yang melebihi dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan yang seperti ini yang menyebabkan lepasnya Cobaan sehingga Ismail pun seketika berubah menjadi seekor domba. Kalau semua mukmin selalu mengingat kisah ini, seharusnya mereka mengambil contoh dalam bersabar disaat melakukan ketaatan pada allah dan Seharusnya mereka mengutamakan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.( Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76.)
Yang keempat : Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban. Ibnul Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.” (Lihat Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379.)
HUKUM KURBAN
Hukum qurban adalah sunnah (dianjurkan, tidak wajib) menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama). Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah hadits dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini adalah dalil bahwasanya hukum udhiyah tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”. Seandainya menyembelih udhiyah itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berqurban (tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro).
Dari Abu Suraihah, ia berkata, “Aku pernah melihat Abu Bakr dan ‘Umar tidak berqurban.” (HR. Abdur Rozaq). Ibnu Juraij berkata bahwa beliau berkata kepada ‘Atho’, “Apakah menyembelih qurban itu wajib bagi manusia?” Ia menjawab, “Tidak. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban.” (HR. Abdur Rozaq)