June 2, 2022

Bolehkah Orang Yang Berkurban Membagikan Daging Kurbannya?

hewan_200618192215-314

Bolehkah orang yang berkurban membagikan daging kurbannya?.  Dalam hal pembagian daging kurban  merupakan hak  dari shohibul qurban mau dibagikan atau tidaknya semua  keputusan ada pada orang yang berkurban (shohibul qurban) .  jika orang tersebut ingin membagikan dengan niat sedekah seluruh hasil dari qurbannya  . maka diperbolehkan . untuk dalilnya terdapat dari Ali bin abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan dia untuk mengurusi unta-unta hadyu. Beliau memerintah untuk membagi semua daging qurbannya, kulit dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan beliau tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun dari qurban itu kepada tukang jagal (sebagai upah).[ HR. Bukhari no. 1717 dan Muslim no. 1317.]”[ Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, 2/378, Al Maktabah At Taufiqiyah.]

Hadits diatas   terlihat bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam  sampai Menyedekahkan Seluruh hasil sembelihan qurbannya kepada orang miskin.

Adanya anjuran untuk para shohibul qurban untuk mengkonsumsi  daging kurban. Terdapat di Al Lajnah ad Daimah ( komisi Fatwa di saudi Arabia ) , “Hasil sembelihan qurban dianjurkan dimakan oleh shohibul qurban. Sebagian lainnya diberikan kepada faqir miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hari itu. Sebagian lagi diberikan kepada kerabat agar lebih mempererat tali silaturahmi. Sebagian lagi diberikan pada tetangga dalam rangka berbuat baik. Juga sebagian lagi diberikan pada saudara muslim lainnya agar semakin memperkuat ukhuwah.”

PENSYARIATAN QURBAN

Udhiyah (qurban pada hari nahr  idul adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil,  salah satunya ayat (yang artinya), “Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”.(Lihat Zaadul Masiir, 9: 249)

KEUTAMAAN QURBAN

Kita tidak perlu meragukan lagi, Udhiyah adalah ibadah pada allah dan pendekatan diri kepadanya,  dan juga sebagai bentuk bakti kita dengan mengikuti ajaran Nabi  kita Muhammad  – shallallahu alaihi wasallam.  kaum muslimin setelah beliau  juga melestarikan ibadah mulia ini.  Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada satupun yang shahih. Ibnul ‘Arabi dalam ‘Aridhotul Ahwadzi (6: 288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan berapa hadits yang ajib (yang menakjubkan), namun tidak shahih.” (Lihat Fiqhul Udhiyah, hal. 9)

Ibnul Qayyim berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah.”

HUKUM QURBAN

Hukum qurban adalah sunnah (dianjurkan, tidak wajib) menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama). Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah hadits dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku pernah melihat Abu Bakr dan ‘Umar tidak berqurban.” (HR. Abdur Rozaq). Ibnu Juraij berkata bahwa beliau berkata kepada ‘Atho’, “Apakah menyembelih qurban itu wajib bagi manusia?” Ia menjawab, “Tidak. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  pernah berqurban.” (HR. Abdur Rozaq)