April 28, 2021

Fiqih Islam tentang Qurban

Fiqih Islam tentang Qurban. Udh-Hiyah merupakan Hewan ternak yang disembelih saat hari raya idul Adha dan hari Tasriq dengan tujuan  untuk mendekatkan diri  kepada Allah Subhanahu wa ta’ala  yang disebabkan datangnya hari raya tersebut .

KEUTAMAAN QURBAN

 Amal shalih yang paling utama adalah menyembelih qurban. Ibunda  ‘ Aisyh radhiyallhu ‘ anha  menceritakan kalau Nabi shallllahu ‘ alaihi wasallam bersabda, “ Tidaklah anak Adam Melakukan suatu mlan pada hari Nahr (idul adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirna darah (Qurban), Maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” ( HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad shahih, lihat Taudhihul Ahkama, IV/450)

Hadist diatas  Syaikh Al albani mendhaifkan (dhaif Ibn Majah, 671). Tetapi kegoyahan hadist diatas tidak semerta merta menyebabkan hilangnya keutamaan berQurban.  Para ulama juga menjelaskan kalau saja menyembelih hewan qurban di hari raya idul adha memiliki keutamaan yang besar dibanding dengan sedekah yang nilainya sama dengan harga hewan qurban atau juga sedekah yang lebih banyak dibanding nilai hewan qurban. Karena  tujuannya jelas dan penting dalam berqurban adalah untuk mendekatkan diri kepada allah . dan menyembelih qurban juga sebagai Syiar islam dan lebih sesuai dengan sunnah.

HUKUM QURBAN

Dari kalangan Ulama  terdapat dua pendapat tentang memahami hukum qurban 

Pendapat pertama, Hukum qurban  wajib bagi orang yang mampu . Syaikh Ibn Utsaimi mengatakan:

pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu….” ( lih. Syarhul Mumti”, III/408)

Dalil yang menguatkan pendapat yang diatas , hadist dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Barang siapa yang berkelapangan (Harta)  namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami( HR . Ibnu Majah 3123, Al Hakim7672  dan dihasankan oleh Syaikh al albani)

Pendapat kedua:  Hukum qurban adalah sunnah Mu’akkadah (ditekankan).  Para  ulm yang mengambil pendapat ini  berdasarkan dalil  ynag diriwayatkan dari Abu Mas’ ud Al Anshari radhiyallahu ‘ anhu. Beliau mengatakan , “ Sesungguhnya aku sedang tidak akan erqurban. Padahal aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu keluakukan karena khawatir  kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” ( HR. badur Razzaq dan Baihaqi  dengan sanad shahih).

Hewan Qurban  yang boleh adalah hewan dari kalangan Bahiimatul Al an’aam(hewan ternak tertentu) yaitu Onta,sapi atau kambing dan tidak boleh selain itu.