Hukum Menikah saat hamil duluan dan nasab anaknya Di zaman sekarang banyak kejadian putri –putri kita menikah diumur yang masih muda sekali. Penyebabnya adalah karena pergaulan sex bebas. Awal mulanya ingin coba-coba merasakan kenikmatan bersetubuh tetapi kebablasan jadi hamil yang secara tidak langsung harus di nikah.
Adapun masalah yang lainnya disaat seorang laki-laki dan perempuan berpacaran dan pacarannya sudah sangat bebas dan disaat ingin menikah salah satu dari orang tua tidak ada yang menyetujui nya dan biasanya mereka akan berbuat zina supaya hamil dan disaat hamil orang tua akan setuju untuk menikah dengan pasangan pilihannya sendiri.
Ada pertanyaan apa hukum menikah saat hamil duluan dalam islam?
Allah ta’ala berfirman yang artinya:
“ Dan janganlah kamu mendekati zinah; sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk . “ ( QS Al Isra: 32)
Adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama . dan sebagian ulama berpendapat menikahi wanita saat hamil dinilai sah. Dan sebagian ulama berpendapat melarang pernikahan wanita hamil duluan, yang berarti pernikahannya tidak sah. Dan ulama yang melarang pernikahan wanita yang hamil duluan adalah Imam ahmad . dan pendapat imam ahmad berdalil dengan firman Allah ta’ala yang artinya:
“ Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-lai musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. “ ( QS an Nur: 3 )
Wanita yang hamil itu bisa dinikahi dengan dua syarat
- Bertaubat dengan sesungguhnya pada allah ta’ala.
- Istibra”(membuktikan kosongnya rahim).
Kalau dua syarat di atas sudah dipenuhi maka wanita tersebut baru boleh dinikahi. Dalil yang mengharuskan adanya ‘istibra’ adalah sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang artinya
“ wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibra nya ( membuktikan kosongnya rahim 0 sampai satu kali haid.” (HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits di atas membicarakan tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibra’ yaitu menunggu sampai satu kali haid atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri yang sedang hamil.
Bisa kita simpulkan kalau menikahi wanita hamil adalah nikahnya tidak sah. Baik yang menikahinya laki-laki yang menzinahinya atau laki-laki lainnya. Inilah pendapat yang paling kuat. Pendapat ini dipilih oleh ulama hambali dan malikiyah karena didukung dengan dalil –dalil yang jelas. Kalau saja mereka tetap saja menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa istibra terlebih dahulu maka pernikahannya tidak sah dan kalau mereka berdua melakukan hubungan badan maka itu adalah zina. Mereka berdua harus bertobat dan pernikahannya harus di ulang.
Untuk nasab anak hasil zina , ia dinasabkan kepada ibunya , bukan pada bapaknya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. Yang artinya
“Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang ,sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian. “ (HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim no. 1457.)
Pendapat mayoritas ulama kalau anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya. Alias dia adalah Anak Tanpa Bapak. Tetapi anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya. Kalau saja wanita yang hamil itu dinikahi sama laki-laki yang menzinahinya, maka anaknya tetap dinasabkan pada ibunya. Sedang suami tersebut status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah Hukum anak tiri. (Lihat Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyah, 2/2587.)