September 13, 2022

Ingatlah, Islam Mengharamkan Segala Jenis Ramalan

Ingatlah, Islam Mengharamkan Segala Jenis Ramalan

Ingatlah , Islam Mengharamkan segala jenis ramalan. Masyarakat kita di Indonesia terutama di desa dan juga pedalaman masih ada yang mempercayai dengan ramalan yang dilakukan oleh peramal, dukun , yang ada juga yang menyebutkan dengan nama orang pintar.  Untuk jenis ramalan  sendiri memiliki jenis yang bermacam –macam. Ada ramalan jodoh, ramalan karier, ramalan nasib , ramalan shio dan juga zodiac.

Cholil nafis merupakan ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan  apapun itu jenis Ramalan adalah HARAM .

“Kerjaan ramal-meramal itu tentu diharamkan karena kita tidak tahu masa depan kita kecuali Allah, tapi kita punya harapan, punya ekspektasi, punya target diperlukan menjadi cara hidup kita lebih efektif, lebih terarah, Rasulullah sudah melarang untuk kita ramal-meramal itu,” Kata Cholil nafis.

Cholil Nafis memberikan saran supaya seluruh umat muslim untuk memperkuat akidah mereka dan juga percaya akan takdir manusia yang telah ditentukan sejak masih  berada di lauhul mahfudz. Takdir yang telah tercatat itu adalah apa yang sudah dijalani oleh umat manusia yang tentunya masih bisa diubah dengan doa dan amal saleh.

Beliau juga mengatakan kalau kita mengetahui akan kebesaran Allah ta’ala  dan juga kebaikan allah, kita akan bersandar  kepada allah . tidak  semua kehidupan yang berlimpah itu menjadi sebuah kebaikan , kebahagiaan, tetapi ada kalanya allah ta’ala menguji kita dengan beberapa ujian , seperti (ujian yang diterima) nabi yunus

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman Berfirman

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar,” (QS. Luqman ayat 13).

Ketua Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al Lajnah Ad Daimah) di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya mengenai hukum membaca ramalan bintang, zodiak dan semisalnya.

Beliau rahimahullah Menjawab

Yang disebut ilmu bintang, horoskop, zodiak dan rasi bintang termasuk di antara amalan jahiliyah. Ketahuilah bahwa Islam datang untuk menghapus ajaran tersebut dan menjelaskan akan kesyirikannya. Karena di dalam ajaran tersebut terdapat ketergantungan kepada selain Allah, ada keyakinan bahwa bahaya dan manfaat itu datang dari selain Allah, juga terdapat pembenaran terhadap pernyataan tukang ramal yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib dengan penuh kedustaan, inilah mengapa disebut syirik

Tukang ramal benar-benar telah menempuh cara untuk merampas harta orang lain dengan jalan yang batil dan mereka pun ingin merusak akidah kaum muslimin. Dalil yang menunjukkan perihal tadi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab sunannya dengan sanad yang shahih dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa mengambil ilmu perbintangan, maka ia berarti telah mengambil salah satu cabang sihir, akan bertambah dan terus bertambah.” (HR. Abu Daud no. 3905, Ibnu Majah no. 3726 dan Ahmad 1: 311. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.)

Syaikh Sholih Alu Syaikh memberi nasehat, “Kita wajib mengingkari setiap orang yang membaca ramalan bintang semacam itu dan kita nasehati agar jangan ia sampai terjerumus dalam dosa. Hendaklah kita melarangnya untuk memasukkan majalah-majalah yang berisi ramalan bintang ke dalam rumah karena ini sama saja memasukkan tukang ramal ke dalam rumah. Perbuatan semacam ini termasuk dosa besar (al kabair) –wal ‘iyadzu billah-. …

Oleh karena itu, wajib bagi setiap penuntut ilmu agar mengingatkan manusia mengenai akibat negatif membaca ramalan bintang. Hendaklah ia menyampaikannya dalam setiap perkataannya, ketika selesai shalat lima waktu, dan dalam khutbah jum’at. Karena ini adalah bencana bagi umat. Namun masih sangat sedikit yang mengingkari dan memberi peringatan terhadap kekeliruan semacam ini.” (Lihat At Tamhid Lisyarhi Kitabit Tauhid, hal. 349)